03 Mei 2008

Iron Man Otak Genius Berselubung Besi

OTAK selevel Einstein mengantarkan Tony Stark kepada begitu banyak hal menguntungkan. Setelah lulus dari Massachusetts Institute of Technology dengan predikat summa cumlaude di usia 17 tahun, Tony mendirikan Starks Industries, perusahaan pembuat senjata api numero uno.Bersama dengan Obadiah Stane (Jeff Bridges), Tony membuat panji-panji Starks Industries berdiri tegak dan bersinar. Sayang, saat dealing kontrak senjata senilai 500 juta dolar AS di Afganistan, Tony diculik sekelompok teroris dan disekap dalam gua. Dia kemudian diperintahkan membuat senjata pemusnah masal.

Dasar manusia jenius, Tony malah bereksperimen. Dia membuat kostum robot lengkap dengan persenjataan canggih dari besi bekas yang disediakan kaum teroris. Berkat kostum besinya itu, Tony lolos dari jeratan maut teroris Afganistan. Selamat dari bahaya tingkat tinggi tersebut melecut naluri kemanusiaan Tony. Dia menutup perusahaan senjatanya dan bertekad menciptakan produk baru yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Tony pun bergelut di laboratorium supercanggih miliknya. Ditemani sang sekretaris cantik, Pepper Potts (Gwyneth Paltrow), Tony menyempurnakan kostum robot ciptaannya. Sayang, ada konspirasi licik di balik kilau Starks Industries. Musuh dalam selimut itulah yang menjadi lawan tarung Tony sang Iron Man.Aksi-aksi superhero dalam film tersebut bukan cuma berisi duel robot besi ala RoboCop. Kalau film-film lain menawarkan aroma superhero sejak awal, Iron Man berbeda. Karakter superhero baru dibangun menjelang pertengahan film. Di menit-menit awal, film berdurasi 126 menit itu malah nyaris seperti James Bond yang menyuguhkan kehidupan glam dan tampilan perlente si tokoh utama sekaligus menampilkan kecanggihan teknologi ala Batman Begins.

Bagi yang kurang suka film bergenre action, jangan terburu-buru gigit jari. Sebagai bumbu penyedap, Iron Man juga menyelipkan suguhan komedi yang membuat atmosfer film selalu segar. Apalagi, ada jalinan sisi romantis yang berisi kisah cinta manis antara Tony dan sang sekretaris, Potts. Satu lagi yang perlu dicatat, teknologi film yang telah ditunggu-tunggu sejak 2007 tersebut ditaburi tatanan efek dan tampilan grafik luar biasa. Silakan bersiap-siap melotot dan berdecak kagum melihat kehebatan teknologi laboratorium pribadi Tony, kecanggihan peranti-peranti komputernya, sampai keganasan senjata-senjata api dan bom nuklir ciptaan Starks Industries. Begitu briliannya, penonton dijamin tidak sadar kalau yang ada di hadapannya animasi belaka. Maka, tak salah bila film yang diangkat dari kisah fiksi Marvel itu disebut-sebut sebagai film unggulan 2008.

Diakui sang sutradara, Jon Favreau, permainan teknologi memang menjadi nyawa sekaligus primadona film tersebut. Untuk mewujudkan semuanya, Favreau tak ragu menggandeng tim-tim pembuat film andal seperti Industrial Light & Magic, spesialis efek visual yang sukses meledakkan penjualan Pirates of the Caribbean: At World’s End dan Transformers di pasaran, juga Stan Winston, studio spesialis efek yang juga pernah menggarap Terminator 3: Rise of the Machines.

"Aku dikelilingi oleh tim-tim hebat. Tugasku tinggal sedikit bermain-main dengan penonton, menyuguhkan bagian nyata di satu adegan, menampilkan animasi di adegan lain, dan tidak mengizinkan penonton tahu mana yang nyata, mana yang bukan. Aku ingin, para penonton menikmati setiap detail dalam film ini," kata sutradara Elf itu puas. (hbk/aid/berbagai sumber)

Banyak Dibaca