25 Januari 2009

Pacu Onau Kabupaten Kuansing

Pacu Onau Kabupaten KuansingSesuai dengan namanya, merupakan sebuah perlombaan yang menggunakan pelepah enau sebagai alat permainan. Pelepah enau ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah perahu lengkap dengan nama dan warna yang menarik. Nama yang dipakai pada perahu sangat beragam dan unik bahkan ada pula yang mengungkapkan isi hati empunya perahu seperti pada perahu-perahu yang ditemukan pada lomba di Pangean. Nama-nama perahu tersebut adalah "Adiak Bapaliang kek Baju Dinas ; Kau Barubah dek Gotah Murah; dan Dek Tiger Supra Taciciar". Perahu-perahu ini menjadi multifungsi. Disamping untuk penggunaannya di dalam lomba, perahu ini juga menjadi media pengekspresian suasana hati sang pemilik.

Perahu enau yang telah diberi nama dan diwarnai ini kemudian dilombakan pada event-event besar (biasanya antar kampung dan kecamatan). Penilaian perahu yang menjadi juara adalah dengan melihat sejauh mana perahu tersebut bisa diluncurkan pada lintasan. Jarak lintasan yang digunakan tidak terbatas, artinya selagi perahu tersebut masih bisa meluncur maka sejauh itu pulalah lintasan tersebut digunakan.

Kilas Balik
Pada dasarnya Pacu Onau adalah sebuah permainan yang dimainkan oleh anak-anak. Menurut Dt. Bagindo Parkaso (Penghulu Suku Paliang di Pangean), permainan ini dulunya hanya dimainkan di kalangan umur 10-14 tahun (sekitar kelas 4-6 Sekolah Dasar). Sedangkan anak-anak yang lebih besar sudah merasa malu untuk memainkan permainan ini dikarenakan mereka sudah merasa dewasa dan memiliki ruang pergaulan yang berbeda. Pacu Onau, pada masa itu, dimaksudkan sebagai perintang waktu ashar atau dalam bahasa Pangean disebut dengan palengah-lengah ashar dan dimainkan pada musim kemarau. Hanya pada musim inilah lintasan tanah bisa digunakan, sebab pada musim hujan lintasan akan menjadi becek dan menghambat laju perahu sehingga otomatis permainan ini tidak bisa dimainkan.

Sesuai dengan keadaan pada waktu itu, perahu enau tidak menggunakan cat miyak seperti pada masa sekarang melainkan dengan menggunakan bahan pewarna alami seperti getah pohon dan bunga yang ditumbuk. Untuk warna merah, pewarna yang digunakan biasanya adalah Bunga Siti Maryam. Bunga ini ditumbuk lalu dioleskan pada perahu, namun biasanya pewarna ini tidak tahan lama sehingga harus dioleskan berulang-ulang agar tetap kelihatan menyala. Warna kuning biasanya diambil dari getah pohon Linsono yang dicampur dengan kapur sirih. tujuan pencampuran dengan kapur sirih adalah supaya warna tersebut bisa tahan lama.

Hadiah yang digunakan dalam perlombaan ini disebut dengan polok. Polok adalah bungkus rokok yang telah dilipat menjadi segitiga siku-siku. Yang membuat polok ini bernilai adalah harga bungkus rokok yang digunakan. Semakin tinggi harga rokok tersebut maka semakin besar pula nilai polok yang dijadikan hadiah. Rokok yang lazim digunakan sebagai polok adalah rokok-rokok impor seperti Serimpi (25 sen), Admiral (50 sen), Escort (50 sen) dan Kansas (100 sen). Namun, pada event-event perlombaan yang bersifat lebih besar (antar kampung), polok tidak lagi digunakan melainkan diganti dengan bendera kecil dengan nama peres. Bentuk peres tidak jauh berbeda dengan polok, namun yang menjadi kebanggaan dalam mendapatkan peres adalah tulisan Juara yang ditulis besar-besar pada bendera tersebut. Jika ada peres di sebuah rumah, maka bisa dipastikan sang pemilik rumah pernah menjadi juara pacu onau pada event tertentu.

Pacu Onau disebut juga dengan permainan musiman sebab pelepah enau tidak mungkin selamanya ada dan bisa digunakan. Ada masanya pelepah tersebut habis dan harus menunggu beberapa bulan lagi agar bisa diambil dan dijadikan perahu. Namun sayangnya, munculnya permainan-permainan baru memaksa pacu onau ini untuk menghilang dan tenggelam. Menurut sumber yang bisa dipercaya, terakhir pacu onau dimainkan anak-anak adalah pada tahun 1988, setelah ini pacu onau tidak kelihatan lagi dan digantikan oleh permainan-permainan baru.

Pacu Onau Sekarang
Pada bulan Agustus tahun 2007, untuk menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia, terbersit sebuah keinginan dari GEMPA (Generasi Muda Pasarbaru Pangean) untuk mengadakan semacam perlombaan ringan - namun bersifat nostalgia dan unik - yang diminati masyarakat. Setelah bermacam-macam usul ditampung dan dimusyawarahkan, maka dipilihlah Pacu Onau karena biaya yang dikeluarkan tidaklah seberapa besar. Disamping itu, diharapkan dengan adanya perlombaan pacu onau kembali, perhatian masyarakat akan permainan-permainan rakyat yang lama menjadi tergugah dan turut menjaga kelestarian permainan tersebut dimasa yang akan datang. Harapan ini akhirnya mendapatkan jawaban gemilang. Setelah perlombaan pertama, acara lomba pacu onau mulai tersebar ke beberapa kampung, bahkan sampai pada kecamatan tetangga. Sampai sekarang sudah tercatat puluhan lomba pacu onau dengan hadiah yang menggiurkan.

Perbedaan yang signifikan dari lomba pacu onau dahulu dan sekarang adalah pemain dan hadiah yang digunakan. Pada masa ini, pacu onau tidak lagi dimainkan oleh anak-anak melainkan orang-orang dewasa (laki-laki), bahkan adapula beberapa kecamatan yang mengadakan perlombaan pacu onau untuk perempuan. Sehingga timbul beberapa pandangan tidak baik dari masyarakat bahwa permainan ini sudah berlebih-lebihan. Hadiah yang digunakanpun sudah sangat jauh berbeda. Dari sekedar bungkus rokok, berubah menjadi uang senilai jutaan rupiah. Sehingga nilai "permainan" dari pacu onau ini sudah mulai terkikis, digantikan dengan nafsu untuk mendapatkan uang tersebut.

Note: Terima kasih untuk Dt. Bagindo Parkaso atas "nostalgia"nya yang sangat membantu dalam penulisan ini

Sumber: Pacu Onau Dahulu-dan Sekarang.

1 komentar:

  1. bary tahu sekarang neh, seharusnya budaya yang seperti ini informasinya bisa disebar luaskan lho :-)

    BalasHapus

Banyak Dibaca