23 Oktober 2008

Guru dan Media Massa

MENGAJAR merupakan proses transformasi ilmu dari guru sebagai pendidik kepada siswanya. Proses itu bisa berlangsung di dalam kelas maupun di luar ruangan dan bahkan di luar lingkungan sekolah.
Dalam proses transformasi inilah, kemampuan intelektual seorang guru diperlukan. Kemampuan intelektual yang dimaksudkan tidak saja dalam bentuk teori, namun juga teknik menyampaikan materi ajar kepada anak didik.
Dalam proses belajar mengajar di kelas, seorang guru harus lebih aktif dibanding siswa yang lebih banyak menunggu penyampaian materi dari gurunya.

Untuk itu, guru harus terlebih dahulu memperkaya diri dengan bahan ajar, baik yang ada dalam buku paket maupun dari sumber lain. Kemampuan guru memperkaya bahan ajar merupakan nilai lebih dan akan sangat membantunya mentransformasi materi pelajaran kepada siswa.

Sebagai upaya memperkaya sumber materi ajar, guru tidak saja cukup memadai apa yang ada di dalam buku paket. Guru bisa memperkaya materi tersebut dengan materi lain yang bisa didapat melalui surat kabar, internet dan sumber bacaan lainnya.

Dalam proses ini, guru memang harus bekerja lebih dan juga mau mengorbankan waktu dan materi yang dimilikinya. Guru harus mau menyisihkan sedikit penghasilannya untuk berlangganan surat kabar, duduk berjam-jam di depan komputer untuk surving dan browsing internet, mendengarkan radio atau nonton televisi —tentu saja siaran dan tontonan yang mendukung.

Dari surat kabar, surving dan nonton televisi serta mendengarkan radio, tidak sedikit ilmu tambahan yang didapat seorang guru dan bisa dipergunakan sebagai bahan ajar. Selanjutnya, dengan berbagai pengayaan ini, siswa pun akan semakin tertarik untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan karena mereka melihat apa yang disampaikan guru benar-benar menyentuh dengan peristiwa kekinian dan sesuatu yang mereka perlukan.

Misalnya, dalam hal memberikan contoh, jika guru mempergunakan contoh dalam buku paket, jelas kalah menarik dibanding contoh dari peristiwa terkini yang ia temukan di media massa, internet dan lainnya.
Lihat saja, ketika buku-buku paket sekolah masih saja berisi materi ajar tentang mengarsip data secara manual, saat ini sebagian besar perkantoran, perusahaan dan lembaga lainnya sudah menggunakan sistem komputerisasi dalam mengarsip data. Alangkah akan lebih menarik jika guru mampu menyampaikan kepada siswanya tentang perbandingan ini.

Hanya saja, untuk mengetahui bagaimana proses pengarsipan dokumen secara komputerisasi ini, seorang guru haruslah mau mencarinya dari sumber lain di luar bahan ajar yang ada.
Persoalannya, sampai saat ini selain persoalan ketersediaan sarana dan prasarana, masih sangat banyak guru yang enggan melakukan upaya-upaya pengayaan materi ajar tersebut dengan berbagai alasan pula.
Banyak guru lebih memilih memadai apa yang ada di buku paket dan mengganggap itu sudah cukup dengan alasan sudah memenuhi apa yang dipersyaratkan Dinas Pendidikan setempat. Padahal, perkembangan di luar sekolah jauh lebih cepat dari apa yang ditetapkan dalam kurikulum.

Seharusnya, para guru harus menyadari hal ini. Sebab, perkembangan teknologi dan informasi yang begitu cepat akan secara perlahan menyudutkan mereka yang tidak mau berubah.
Harus disadari, saat ini sudah sangat banyak siswa yang menyadari bagaimana surat kabar, internet dan televisi memberikan kontribusi besar terhadap dunia pendidikan.

Banyak sekali siswa yang menghabiskan waktunya berjam-jam di depan komputer mencari informasi terkini, termasuk materi pelajaran yang diselingi dengan kegiatan catting. Sementara, sang guru masih saja duduk santai di rumah atau ngerumpi di ruang majelis guru tanpa mau melakukan perubahan pola mengajar.
Untuk itu, guru harus mau berubah. Pola mengajar dengan senantiasa memperkaya diri dengan materi tambahan, akan dapat dirasakan guru saat berada di depan kelas. Saya yakin, sudah banyak guru yang merasakan dampaknya, namun tidak sedikit pula yang berdiam diri. Bagi yang belum memulai, lakukan sekarang, dan yakinlah; masih belum terlambat. Semoga.***

Banyak Dibaca