09 Oktober 2008

Jalan jalan di Palestina - Pemenang Orwell Prize 2008

Jalan jalan di PalestinaPalestina, sebuah negeri para nabi, kini seolah menjadi negeri yang hilang. Bangsa Israel, yang sejak lama terusir dan tak memiliki tanah, akhirnya menetapkan Palestina sebagai ‘’negeri barunya.” Catatan Negeri yang Hilang.

Tahun 1980, PM Israel Ariel Sharon menetapkan bahwa Israel akan menbuat peta negeri yang baru di Palestina.
Kenapa Israel begitu ingin menduduki Palestina? Tentu selain secara historis, ada alasan lain yang menjadikan Israel mendambakan Palestina. Jika selama ini Palestina digambarkan sebagai negeri yang tandus dan gersang, dalam buku ini pembaca dapat melihat negeri yang sebenarnya memiliki bukit-bukit hijau dan ditumbuhi pepohonan zaitun dan pinus. Bunga-bunga bergantian tumbuh di setiap musim, mata air yang mengairi pedesaan, serta Laut Mati yang begitu biru mempesona.

Sayangnya, pembangunan permukiman Israel yang pesat telah membelah-belah perbukitan dan menelan berhektare-hektare tanah yang asri itu. Di setiap sudut, pos-pos pemeriksaan didirikan. Dinding pemisah dibangun membentang dan berkelok-kelok, tak hanya atas pertimbangan militer Israel, namun juga karena permintaan mafia tanah Yahudi. Kenyataannya, Israel tak hanya membagi ulang tanah-tanah, namun juga menentukan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Palestina. Rakyat Palestina hidup dalam intimidasi, diisolasi dan diburu.

Buku Jalan-Jalan di Palestina ini mengungkap kenyataan pahit warga Palestina sekarang. Ditulis oleh seorang penulis memoar, Raja Shehadeh, buku ini mengungkap kisah nyata masyarakat Palestina yang terpinggirkan dan dibiarkan internasional. Penulis merupakan pengacara dan penulis asal Palestina, yang tinggal di Ramallah, dan siap membela rakyat Palestina yang tertindas.

Tak hanya menulis, Raja Shehadeh bahkan bertekad melawan pencaplokan Palestina lewat jalur hukum internasional. Dalam keadaan yang sulit dan serba terjepit, ia bertahan ketimbang pergi dari kotanya Ramallah. Ia sadar, jika memilih pergi dari tempat perjuangan itu, ia tentu akan dapat hidup lebih nyaman. Namun ia akan melihat negerinya terkoyak, dirampas dan kehilangan segalanya. Buku ini sangat inspiratif dan menggugah.***

Muhammad Amin

Banyak Dibaca